Minggu, 27 November 2016

Cikal bakal desa Karanganyar-Geyer


Kebanyakan desa di jawa, mulanya dihuni orang seketurunan, mereka memiliki nenek moyang yang sama, yaitu para cikal bakal pendiri atau pembabad permukiman/desa tersebut. Jika desa sudah penuh, masalah-masalah akan bermunculan, termasuk adalah ekonomi. Beberapa keluarga keluar, mendirikan permukiman atau desa baru dengan cara membuka hutan. Tindakan ini disebut tetruka. Di Tapanuli, pembukaan desa baru, sebagian karena kelompok baru ingin mencapai hak dan kewajiban sebagai raja adat, atau tanah desa tak memadai lagi untuk menghidupi penghuninya. Sedangkan di jawa disebabkan karena untuk ekspansi keturunan oleh para penguasa zaman dahulu, atau juga sebagai tempat persembunyian.
Munculnya sejarah berdirinya Desa Karanganyar dimulai adanya pejuang kemerdekaan pada masa perang gerilya melawan penjajah belanda. Tidak diketahui kapan kepastian datangnya sang pembabad alas Karang Anyar tersebut. Berdasarkan cerita dari narasumber yang ditemui penulis atas nama Bapak Djudi diperoleh informasi sebagai berikut[1] : 
Pada zaman perang kemerdekan merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda (VOC) atau saat meletusnya perang Pangeran Diponegoro (Geurilia Warfare: Perang Gerilya) pada tahun 1825-1830 (tepatnya 28 Maret 1830) atau masa dimana penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal Hendrik Merkus De Kock) datanglah seorang pelarian dari prajurit Pangeran Diponegoro ke hutan (Alas:  ) lereng Gunung Kendeng sebelah selatan. Seorang pelarian tersebut adalah Raden Ronggo Leksono, Putra Nyai Kursiah alias Kustinah, keturunan langsung dari Nyai Ageng Serang[2] berayahkan Pangeran Ronggo Natapraja (Panembahan Ageng Serang) keturunan langsung dari Sunan Kali jaga (Raden Rahmat). Raden Ronggo Leksono kemudian bersembunyi  dan membuka hutan belantara disebuah tempat yang diberi nama “KARANG ANYAR”. Nama Karang Anyar sendiri diambil dari dari dua kata berbahasa Jawa yaitu : Karang bermakna tempat atau pekarangan dan Anyar sendiri bermakna baru, berarti tempat atau lahan yang baru untuk permukiman, keamanan dan kedamaian. Sementara untuk mengisi kekosongan warga karena memang baru anyaran atau tempat tinggal yang baru dibuat atau dibabad, kemudian Raden Ronggo Leksono memerintahkan warga Sragen Kecamatan Tangen tepatnya warga Ngrombo, Denanyar, Sigit, towo sebagian untuk pindah/Hijrah atau bertempat tinggal di Karang Anyar.


[1] Bapak Djudi atau Djadi bin Sukiman bin Joyo Sentiko adalah seorang pengajar di MTs Miftahul Huda Karanganyar sejak 17 juli 1993 memegang Mapel Bahasa Jawa sampai sekarang, selain aktif sebagai pengajar beliau juga mengabdikan diri pada Pemerintah desa sejak lurah Soekardjan. Disi lain ia juga aktif dalam berbagai event keagamaan seperti: Sewelasan, Rolasan (Maulidan, berjanjenan: Maulidirrasul SAW, red), Manaqiban, Pitulasan (Khotmil Qur’an/tanggal 17 bulan jawa), Jum’at Pon-an, yasin dan Rawatib Tahlil/Tahlilan dan lain sebagainya. Bapak Djudi adalah salah satu keturunan ke 2 dari Tokoh Simbah Kyai Ahmad Sudarjan Penyebar pertama Islam di Desa Karanganyar dari garis ibu Mbah salamah binti Ahmad Sudardjan.
[2] Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi (Lahir di Serang, Purwodadi Grobogan Jawa Tengah 1752-Wafat di Yogyakarta, 1828) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah anak Pangeran Ronggo Natapraja (Panembahan Ageng Serang) yang menguasai wilayah terpencil dari kerajaan Mataram Islam, tepatnya di Serang yang sekarang wilayah perbatasan Grobogan-Sragen dan Boyolali. Kakaknya bernama Kyai Ageng Serang, Setelah ayahnya wafat Nyi Ageng Serang menggantikan kedudukan ayahnya dan atas jasa-jasanya terhadap negara, Nyi Ageng Serang kemudian dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. : 084/TK/1974 pada tanggal 13 Desember 1974 di Istana Negara Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar