Jumat, 03 Agustus 2018

Tugu Pahlawan Jurug

Tugu Pahlawan didirikan di lokasi yang memiliki makna penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, baik dari kekuasaan Jepang maupun Sekutu yang diTunggangi Belanda. Selain itu sejatinya Tugu Pahlawan mempunyai peranan penting diantaranya adalah 1). Mengingatkan kita bahwa ditempat tersebut pernah terjadi peristiwa sejarah, 2) Sebagai sarana pewarisan nilai bagi generasi yang akan datang untuk bisa belajar dan mengambil nilai dari peristiwa sejarah, dan 3) Untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di tempat tersebut.
Begitu juga Patok Kayu berlingkar 80 cm tinggi 150 cm ini juga sebagai penanda bahwa disini pernah dipergunakan oleh para pejuang kemerdekaan pada Clash Ke-2 sebagai Pusat Pemerintahan Sementara Republik Indonesia Karasidenan Semarang Pimpinan R. Soegeng Bupati Grobogan berlokasi di Dusun Jurug Ngancar Desa Karanganyar Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Pada bulan Maret 1942 di masa Perang Dunia II daerah Grobogan juga tidak luput dari pendudukan tentara Jepang. Pada waktu itu Bupati Grobogan R. Adipati Ario Soekarman Martohadinagoro (1933-1944), meninggalkan Kota Purwodadi dan mengungsi di Pasanggrahan Argomulyo (milik Perhutani). Tetapi tidak lama kemudian oleh Jepang diserahkan kembali ke Purwodadi dengan ditetapkan sebagai Kentyo (Bupati) Grobogan pada tahun 1944 Bupati Ario Soekarman di pindah ke Semarang digantikan oleh R. Soegeng memerintah tahun 1944-1946. (http://www.grobogan.go.id).
Kemudian bertepatan tanggal 28 Januari 1949 Kapten Rusmono terima mandate dari Letkol S. Sudiarto agar diusahakan penuh menyusun ODM dan KKM. Tanggal 1-3 1949 s/d 21 Mei 1949 KDM Purwodadi Grobogan berkedudukan di Kradenan. Tanggal 22 Mei 1949 berkedudukan di Geneng Karanganyar selama 20 hari. Kurang lebih satu bulan berkedudukan di Tlogotirto dan Karangpung (batas Sulursari-Ngawi), bulan Agustus 1949 KDM Purwodadi berkedudukan di Drojo Bangsri selama 2 bulan. Bulan Oktober 1949 berkedudukan di Ngrjo selama 1 bulan, November 1949 berkedudukan di Corot Kedungbamban Karanganyar selama 1 bulan, dan tanggal 25 Desember 1949 KDM Purwodadi kembali berkedudukan di Purwodadi.
Sebagian tempat peristirahatan R. Soegeng berikut besarta pengikutnya menurut Djadi bin Sukiman Bin Joyo Sentiko berada di kediaman Mbah Suradi bin Haskandar bin Merto Ngulomo bin Ronggo Leksono dan kediaman Mbah Sukiman bin Joyo Sentiko yang keduanya berada di Dukuh Ngrawan Desa Karanganyar RT 06/05.
Untuk mengenang jasa pengabdian dan pengorbanan para pejuang tersebut maka pada tanggal 3 Juli 1985 didirikanlah Tugu Pahlawan oleh Keluarga Besar “Ki Marwoto” EX. TP. BAT.200-KIE IV/DET II/BRG.17.
Kini tugu tersebut selain sebagai saksi bisu perjuangan pahlawan yang tergabung pada Tentara Pelajar (TP) Batalyon 200 (Salatiga dan Pati) pimpinan Ki Marwoto juga dipercaya oleh masyarakat sekitar telah mempunyai daya mistis dan diagungkan dengan bukti masih adanya sesajen yang ditebarkan di area tugu tersebut. Terutama jika masyarakat sekitar mau punya hajat (duwe gawe) harus tebar sesajen yang dimasukkan dalam suatu wadah atau wahana bernama Panjang Ilang adalah nama keranjang yang terbuat dari anyaman janur. Memiliki gantungan ujung janur sisa dari yang dianyam, yang disatukan pada satu simpul dibagian pucuknya. Fungsinya untuk wadah aneka makanan dan sesaji (sajen), dalam kelengkapan ritual tata adat Jawa.

Masyarakat jurug dan sekitar mengisi Panjang Ilang tersebut berupa, criping, tape, jadah, kembang gantal, dll. Kemudian pada waktu melaksanakan ritual suci dan sacral seraya berdo’a memohon pada sang dewata / Tuhan Sang Pencipta diawali dengan membakar merang bahasa setempat Upet berisi kemenyan (blendok) bahkan bisa berupa Dupa. Hal yang tak boleh tertinggal lagi adalah jeroan yang dibakar seperti Sate beserta Jajanan-jajanan (sugatan) lainnya harus ditinggal ditempat tersebut.


Rentetan Sejarah
Sebagaimana tutur Mbah Mantri Gebangan (Bambang) napak tilas dari perjuangan buyut atau simbahnya bernama Mingun Sugiharjo Bin Kromo Semitro Langkir. Simbah Suparmin beserta teman-teman seperjuangan yang lain. Para pemuda Desa Jambon Karangharjo Kecamatan Pulokulon yang tergabung dalam Tentara Pelajar Batalyon 200 Komandan Ki Marwoto anak buah Kapten Rusmono yang bergerilya menjelajah mulai dari Fron Krenekan Tunggak, Jeblokan Kenteng, Drojo Bangsri, Jurug-Ngancar Karanganyar, Fron Ngrijo Gua Condro Puncak Sigit hingga ke Corot Mambung Jatiharjo. Kemudian Simbah Mingun dan Simbah Suparmin pindah ke Devisi Ronggolawe Cepu hingga pada akhir hayat menetap di Blora Mustika. Simbah Mingun di Tempelan Simbah Suparmin di Kaliwangan. Kemudian bentuk apresiasi pejuang desa mereka dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Kota Blora. Imbuh mbah Mantri Bambang, terlupakan di Tanah Kelahiran Sendiri (Dusun Jambon Desa Karangharjo Kecamatan Pulokulon) namun namanya Harum di Kota Blora sebagai Pahlawan Veteran Perang Kemerdekaan.



Rabu, 25 April 2018

Asal Muasal Sendang Coyo Grobogan




Kabupaten Grobogan ternyata memiliki wisata religi yang sangat terkenal yaitu Sendang Coyo, sendang adalah suatu kolam yang biasanya terletak di pegunungan, yang airnya berasal dari mata air di dalam kolam tersebut dan coyo berarti cahaya. Sendang coyo ini merupakan napak tilas sejarah dari Sunan Kalijaga ketika Sunan Kalijaga melakukan syiar dan beristirhat di Desa Jatiharjo bersama para muridnya setelah melakukan perjalanan jauh.
Karena di landa kehausan pada saat istirahat tersebut dan lokasi istirahat jauh dari pemukiman penduduk, Kanjeng Sunan Kalijaga berusaha untuk mencari air bersih untuk di minum dan meninggalkan tongkat yang di tancapkan tidak jauh dari area peristirahatan tersebut, namun secara tidak sengaja seorang pengikut Sunan Kalijaga yang bernama Kyai Gambi mencabut tongkat tersebut dan Kyai Gambi kaget karena lubang bekas tongkat Sunan Kalijaga menancap tersebut keluar air yang sangat jernih, dan dengan rasa senang bercampur heran para pengikut Sunan Kalijaga tersebut meminum air bersih tersebut.
Dan sambil menunggu Kanjeng Sunan Kalijaga kembali, tak terasa lubang air tersebut semakin melebar dan ketika sekembalinya Sunan Kalijaga dari mencari air bersih tersebut Sunan Kalijaga kaget sebat tongkat yang di tancapkan ke tanah beberapa waktu lalu tidak ada di tempat tersebut, kemudian para pengikutnya menceritakan apa yang telah terjadi sebelumnya, dan lubang tersebut telah menjadi sendang yang bercahaya, maka sejak saat itu Sunan Kalijaga memberi nama sendang tersebut dengan nama Sendang Coyo atau Sendang  Bercahaya.

Sumber : https://budayajawa.id/asal-usul-sendang-coyo-grobogan/

Selasa, 06 Maret 2018

Jenis dan ciri-ciri folklor




Folklor adalah tradisi lisan yang sudah terjadi sejak berabad-abad lamanya penyebarannya. Folklor merupakan salah satu cara untuk menelusuri jejak-jejak masa lampau atau jejak-jejak masa nenek moyang. Folklor yang terdiri dari beberapa jenis dan juga folklor juga terbagi dalam beberapa bentuk telah membuat folklor dijadikan sebagai sumber sejarah yang mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam perkembangan sejarah Indonesia. Terdapat sejarah di dalamnya yaitu berupa ingatan kolektif yang tersimpan dalam ingatan manusia yang diwariskan secara turun temurun melalui tradisi lisan.
Folklor  dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu
1.     Folklor Lisan merupakan folkor yang bentuknya murni lisan, yaitu diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan secara lisan. Jenis tradisi lisan yang termauk dalam jenuis ini adalah Bahasa rakyat, ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional (teka-teki), puisi rakyat, cerita prosa rakyat dan nyanyian rakyat.
2.       Folklor sebagaian lisan merupakan  folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor ini dikenal juga sebagai fakta sosial. Tradisi lisan yang termasuk dalam jenis ini adalah kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, pesta rakyat dan upacara adat.
3.    Folklor Bukan Lisan merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan tetapi cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Biasanya meninggalkan bentuk materiil(artefak). Tradisi lisan yang termasuk dalam jenis ini adalah arsitektur rakyat (seperti prasasti), kerajinan tangan rakyat, pakaian atau periasan tradisional, obat-obatan tradisional dan makanan atau minuman tradsional.

Folklor juga mempunyai fungsi dan ciri-ciri yang membuat folklor mempunyai karakteristik. Yang termasuk dalam ciri-ciri folklor yaitu
  • Penyebaran melalui lisan atau dari mulut ke mulut. 
  • Folklor bersifat tradisional, tersebar di wilayah (daerah tertentu) dalam bentuk relatif tetap, disebarkan diantara kelompok tertentu dalam waktu yang cukup lama(paling sedikit 2 generasi). 
  • Folklor menjadi milik bersama dari kelompok tertentu, karena pencipta pertamanya sudah tidak diketahui sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya (tidak diketahui penciptanya).
  •  Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama. Diantaranya sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan yang terpendam.
  •  
  •  
  • Selain ciri-ciri diatas, folklor juga mempunyai fungsi yaitu mengandung pesan moral, mempunyai bentuk atau berpola, mempunyai sifat pralogis atau ceritanya di luar logika secara umum dan bersifat lugu serta polos.